Mie instan
merupakan makanan wajib bagi mahasiswa apalagi bagi mahasiswa yang ngekos dan
jauh dari orang tua. Selain harganya yang relatif murah, cara penyajiannya yang
sangat praktis membuat mie instan sangat terkenal di kalangan mahasiswa.
Berdasarkan pengamatan saya, jumlah konsumsi mie instan oleh mahasiswa akan
meningkat ketika akhir pekan dan akhir bulan dibanding hari biasa karena uang
jajan dalam kondisi sekarat. Tapi bagi teman-teman yang suka mengkonsumsi mie
instan jangan khawatir, berikut mitos dan fakta yang benar mengenai mie instan
menurut Prof.Dr.F.G.Winarno, mantan Presiden Codex Dunia &
Ketua Dewan Pakar PIPIMM (Pusat Informasi Produk Industri Makanan dan Minuman)
yang juga merupakan guru besar Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknik Pertanian
Institut Pertanian Bogor :
Mitos : Mi
instan mengandung lilin. Oleh karena itu, ketika dimasak airnya menguning.
Fakta : SALAH. Mi instan tidak menggunakan lilin. Lilin adalah
senyawa inert untuk melindungi makanan agar tidak basah dan cepat membusuk.
Lilin sebenarnya ada pada makanan alami, seperti apet/kubis. Kubis jika dicuci
dengan air tidak langsung basah, atau apel yang jika di gosok akan mengkilap.
Itulah lilin yang memang diciptakan alam.
Mitos : Mie
instan menggunakan bahan pengawet yang berbahaya bagi kesehatan.
Fakta : Dalam proses pembuatannya mie instan menggunakan metode
khusus agar lebih awet, namun sama sekali tidak berbahaya. Salah satu cara
pengawetan mie instan adalah deep frying yang bisa menekan
rendah kadar air (sekitar 5%). Metode lain adalah air hot drying (pengeringan
dengan udara panas). Inilah yang membuat mie instan bisa awet hingga 6 bulan.
Asalkan kemasannya terlndung secara sempurna. Kadar air yang sangat minim ini
tidak memungkinkan bakteri pembusuk hidup apalagi berkembang biak. Malah mie
instan tidak beraroma tengik serta tidak menggumpal basah. Langkah terakhir
untuk memastikan mi instant layak konsumsi adalah perhatikan dengan seksama
tanggal kadaluarsanya.
Mitos : Metode dua air terpisah adalah cara terbaik memasak mie.
Fakta : Justru air rebusan mie pertama yang mengandung kandungan
betakaroten yang tinggi. Semua vitamin (dari minyak dan bumbu) yang larut dalam
air terdapat dalam air rebusan pertama ketika memasak mie. Apabila air rebusan
di ganti dengan air matang baru, semua vitaminnya menghilang. Selain itu,
minyaklah yang membuat mie (atau makanan lain) lebih enak. Jadi air rebusan
pertama tidak perlu dibuang. Kandungan betakaroten juga tokoferol dalam minyak
sangat berguna memenuhi kebutuhan gizi.
Mitos : Penggunaan styrofoam berbahaya bagi kesehatan, apalagi jika
styrofoam terkena air panas, seperti ketika memasak mie instan dalam cup.
Fakta : Styrofoam untuk mie instan cup terbukti aman digunakan
karena telah melewati standar BPOM ( Badan Pengawas Obat dan Makanan). Cup yang
dipakai mie instan adalah styrofoam khusus untuk makanan. Meskipun bisa
menyerap panas, ini terbukti setelah di seduh air panas, tidak terasa panas di
tangan ketika dipegang. Tetapi karena proses pressingnya memenuhi standar,
tidak menyebabkan molekul styrofoam larut (rontok) bersama mi instan yang di
seduh air panas. Jadi, jika selama ini khawatir dengan mie instan menempel pada
cupnya ketika di seduh air panas, semata-mata disebabkan tingginya kadar minyak
dalam mie (sekitar 20%). Desain pun dibuat berbeda yaitu dengan menambahkan
gerigi dibagian atas cup, sehingga tak langsung panas di tangan. Selain itu,
expandable polysteren yang di gunakan mie instan cup telah melewati penelitan
BPOM dan Japan Environment Agency sehingga memenuhi syarat untuk mengemas
produk pangan. Berdasarkan penelitian tersebut, kemasan ini aman digunakan.
Mitos : Mie instan kenyal karena bahan bakunya adalah karet.
Fakta : Sama sekali tidak ada bahan karet dalam bahan baku mie
instan. Mie instan dibuat dari bahan bahan berkualitas tinggi dan pilihan
terbaik seperti tepung terigu yang sudah difortifikasi dengan zat besi, zinc,
vitamin B1, B2, dan asam folat. Begitu pula dengan bumbu, yaitu bawang merah,
cabe merah, bawang putih, dan rempah-rempah. Pembuatannya pun digarap serius.
Melewati proses pengeringan yang telah dipaparkan sebelumnya, seperti hot
air drying atau deep frying. Karena itulah mie instan
kenyal dan tidak mudah putus
Mitos : Monosodium Glutamate (MSG) pada mie instan dapat menurunkan
kecerdasan.
Fakta : Secara alami glutamate terkandung di dalam bahan pangan,
berfungsi untuk meningkatkan cita rasa makanan (rasa umami/gurih). Mengkonsumsi
MSG tidak berpengaruh terhadap kecerdasan seseorang. Apabila dikonsumsi secara
berlebih, akan menstimulasi kelenjar pituitary di hipofisis untuk mengeluarkan
enzim glutamine yang berfungsi menjaga kadar glutamate dalam tubuh, inilah yang
menyebabkan sakit kepala karena proses ini berlangsung di otak (Bapak Rimbawan,
dosen pengantar biokimia gizi dan metabolisme zat gizi).
Itulah beberapa mitos dan fakta yang benar mengenai
mie instan. Produk mie instan yang beredar di Indonesia berada di bawah
pengawasan ketat badan pengawasan obat dan makanan (BPOM) RI. Selama terdapat
no. registrasi BPOM RI pada kemasan makanan, BPOM menjamin keamanan makanan
tersebut untuk dikonsumsi oleh konsumen.
Nah buat temen-temen yang suka mengkonsumsi mie instan
tidak perlu khawatir lagi asal dikonsumsi dalam takaran yang tepat dan tidak
berlebihan maka tidak akan menimbulkan hal buruk bagi kesehatan. Tidak
dianjurkan untuk mengonsumsi mie instan secara berlebihan atau setiap
hari. Bagaimanapun mie instan tidak bisa menggantikan makan penuh (wholesome
food) dan hanya bisa di jadikan makanan bantu sementara (selingan). Karena
mie instan tidak dapat memenuhi kebutuhan gizi seimbang bagi tubuh. Satu
takaran saji sebungkus mie instan ± 85 gram menyumbang energi total
sebesar 390 kkal, yaitu sekitar 20% dari total kebutuhan energi harian
(2.000 kkal) . Walaupun kandungan karbohidrat dalam jumlah yang cukup
besar, tetapi kandungan vitamin, mineral, dan protein yang ada didalamnya
sangat sedikit. Maka disarankan untuk memberi pangan tambahan untuk melengkapi
kekurangan kandungan gizi dalam mie instan. Misalnya menambahkan sumber protein
hewani seperti telur, ikan, daging, dsb., atau protein nabati seperti tahu dan
tempe, sumber vitamin, mineral, dan serat kasar dari sayur-sayuran misalnya
wortel, sawi, tomat, dsb.
Mengubah kebiasaan memang tidak mudah apalagi mengenai
konsumsi makanan, tapi perlu di ingat lagi bahwa kesehatan lebih mahal dari
apapun ...
No comments:
Post a Comment