Seperti
sindiran yang disampikan iklan sebuah perusahaan rokok, itulah gambaran
pemerintahan sekarang. Target pengeluran bombastis, target penerimaan pajak
ambisius, target bagi proyek dengan pengusaha di sekeliling kekuasaan yang
ugal-ugalan. Sementara sumber duitnya masih mimpi.
Menurut
Salamuddin Daeng peneliti dari Indonesia For Global Justice (IGJ) dalam situasi
ekonomi nasional yang sekarat dimana industri nasional lumpuh, menyempitnya
lapangan pekerjaan, upah rendah, menyebabkan kemampuan konsusmsi masyarakat
melemah.
Demikian
pula dengan laju konsumsi yang selama ini ditopang oleh kredit konsumsi juga
merosot seiring meningkatnya suku bunga. “Keadaan ekonomi yang sekarat akan
berimplikasi langsung terhadap menurunnya penerimaan pajak pemerintah,” ujar
Salamuddin Daeng.
Sementara
rencana pemerintah mengeruk pendapatan cukai tembakau secara besar besaran
sebagai upaya menutupi kebolongan pajak, pasti akan menuai protes dari kalangan
industri.
Satu-satunya
cara yang dapat ditempuh oleh pemerintah adalah menumpuk utang luar negeri.
Sebagai direlease kementrian keuangan Pemerintahan Joko Widodo pada tahun ini
akan berutang sebesar Rp 451,8 triliun, melalui penerbitan Surat Berharga
Negara (SBN). Hanya dalam setahun Jokowi akan mengambil utang 4 kali utang
selama 30 tahun Soeharto berkuasa.
Namun
ini lagi-lagi mimpi, di tengah merosotnya nilai tukar rupiah terhadap USD
karena menguatnya perekonomian AS terhadap seluruh mata uang dunia, memburu pendapatan
negara dan devisa dari surat utang dalam jumlah sangat besar tersebut adalah
ibarat "orang bagun tapi masih mimpi". Rencana rencana tersebut
pastilah dipandang oleh para analis keuangan sebagai rencana yang tidak masuk
akal. “Tidur lagi saja pak, selamat mimpi indah,” pungkas Salamuddin Daeng
peneliti dari Indonesia For Global Justice (IGJ).
Sumber : http://m.fastnewsindonesia.com
No comments:
Post a Comment